Kontak

Tuesday, June 30, 2009

Darah Tinggi Tak Hanya Menyerang Orang yang Suka Makan Enak


Banyak orang mengira, penyakit darah tinggi hanya menyerang orang-orang yang suka makan enak di restoran mahal. Padahal, peluang orang kebanyakan mengidap hipertensi sama besarnya dengan risiko orang mapan.

Kalau tak percaya, tengok saja Puskesmas. Di sana banyak pasien kedapatan menderita hipertensi, akibat doyan makan ikan asin.

Budaya doyan asin memang dipercaya sebagai salah satu penyebab penyakit darah tinggi. Masalah ini tak hanya merepotkan Indonesia. Di Amerika Serikat satu dari sebelas orang yang datang ke dokter kedapatan menderita hipertensi. Ia telah menjadi penyakit universal yang menyerang tanpa pandang harta, pangkat, maupun jabatan.

Tubuh kita sebenarnya cuma butuh kurang dari 5 g garam dapur per hari. Namun, menu orang kota rata-rata berisi lebih dari 15 g garam. Kelebihan garam pada orang yang tubuhnya peka garam akan memaksa jantung memompa darah lebih deras dari biasanya. Jika tensimeter menunjuk batas 140/90, biasanya dokter langsung memvonis orang menderita hipertensi (bukan asal di atas 120/80, seperti dikira banyak orang).

Antara 120/80 sampai 140/90 digolongkan sebagai "normal atas", maksudnya belum perlu obat, tapi harus waspada terhadap garam. Tekanan darah sendiri berfluktuasi sesuai irama mesin tubuh. Makanan dan hormon tubuh menentukan naik turunnya tekanan darah dari waktu ke waktu. Sehabis "menubruk" sate kambing, minum teh poci, saraf simpati tubuh bisa memicu naiknya tekanan darah, meski cuma sesaat.

Ada juga penyakit darah tinggi yang datang dari sononya. Doyan asin atau tidak, jika seseorang punya bakat hipertensi, niscaya terserang juga. Sebagian besar penderita hipertensi turunan ini harus rajin minum obat seumur hidup. Hipertensi juga dapat menjadi candra ketidakberesan organ tubuh (ginjal, anak ginjal, atau kelenjar gondok). Begitu organ yang sakit diobati, darah tingginya sembuh sendiri.

Para dokter juga setuju menggolongkan hipertensi sebagai penyakit kultur. Pada komunitas suku Indian dan orang kutub yang tak tersentuh McDonaldization, misalnya, pasien darah tingginya nihil. Namun, persoalan jadi lain jika mereka pindah ke kota. Pizza, gulai kambing, dan soto tangkar bisa membuat tekanan darah mereka meninggi

Hati-hati Minum Obat Anti Hipertensi

Vonis hipertensi tak cukup didasarkan fakta sekali ukur di tensimeter. Perlu diulang sedikitnya tiga kali pengukuran untuk memastikan tekanan darahnya tidak palsu.

Soalnya, banyak hal bisa bikin tekanan darah melambung. Selain itu, jangan ikut-ikutan salah kaprah dengan buru-buru menenggak obat pas tekanan darah naik. Sebaiknya, tunda minum obat, walau dokter sudah tergopoh-gopoh menulis resep.

Darah tinggi palsu yang langsung diberi obat malah mengundang bahaya. Orang normal yang diberi obat darah tinggi, bisa langsung jomplang kondisi tubuhnya. Dampak meminum obat darah tinggi kelewat dini bisa lebih buruk daripada membiarkannya beberapa hari dulu. Ingat, stroke dan penyakit jantung koroner bukan cuma datang saat tekanan darah tinggi, tapi juga ketika tekanan darah terlalu rendah.

Jangan lupa, obat antihipertensi juga menyimpan sejumlah efek sampingan. Salah satunya membuat suami impoten atau istri kehilangan gairah seksual. Makin kuat khasiat obat antihipertensi, makin besar rongrongan yang diakibatkannya.

Kalau pilihan minum obat tak terelakkan, atur dosisnya sekecil mungkin, tapi dengan khasiat sebesar mungkin, sampai tekanan darah mendekati angka 120/80. Imbangi dengan menguruskan badan, pantang daging, menu tidak boros garam, dan perbanyak menyantap buah dan sayur. Satu lagi, lakukan jalan cepat (sekitar 6 km per jam) sedikitnya 50 menit, lima kali dalam seminggu.

Tekanan darah melonjak satu-dua hari adalah jamak buat orang modern. Setelah tidur sejenak, tekanan darah biasanya turun lagi. Tubuh punya mekanisme sendiri untuk mengembalikan tekanan darah yang berfluktuasi melebihi normal. Namun, kalau masih penasaran, boleh saja melakukan pemeriksaan laboratorium untuk melihat kadar gula darah, fungsi ginjal, profil lemak, serta tes jantung.

sumber: Dr. Handrawan Nadesul,
http://64.203.71.11/kesehatan/news



No comments:

Post a Comment